Langsung ke konten utama

KAIDAH FIQHIYAH "AL-UMURU BI MAQASHIDIHA"



QAWAID FIQHIYAH
KAIDAH AL-UMURU BI MAQASHIDIHA






OLEH :
BAGUS SAHSETYO
MASKURIN HAYATI
ZUMROTUN NAZIA



PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN AJARAN 2016/2017



BAB I
 PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Qawaid fiqh (kaidah-kaidah fiqh) merupakan cara menetapkan hukum dari perbuatan mukallaf dengan objek kajiannya yaitu mukalllaf baik dalam konteks muamalah, qawaid berbeda dengan ushul fiqh karena ushul fiqh lebih kepada penggalian suatu hukum sehingga menghasilkan hukum (halal,haram,makruh,sunnah,mubah). Kaidah fiqh digunakan untuk memudahkan kita dalam mencari dasar atau landasan suatu kegiatan muamalah karena Al-Quran dan Hadits tidak menjelaskan semua kegiatan muamalah oleh karena itu, kita membutuhkan kaidah fiqh terutama jika persoalan yang terjadi tidak terdapat di dalam nash hukum dan ketetapannya maka bisa menggunakan kaidah fiqh. Salah satu alasan Qawaid Fiqh digunakan karena, sudah tidak banyak orang yang hafal Al-Quran dan hadits beserta maknanya maka,peran qawaid dibutuhkan sebagai landasan bermuamalah.
Qawaid Fiqh mempunyai 5 dasar kaidah umum antara lain kaidah “Al-Umuru bimaqashidiha” (segala perkara tergantung pada niatnya). Niat menjadi hal utama dalam setiap perbuatan kita, dengan niat kita akan terarah maksud dan tujuan perbuatan yang dilakukan maka, penting bagi kita mengetahui kaidah ini, agar kita mempunyai landasan dalam melakukan suatu hal baik sosial, ekonomi maupun ibadah. Banyak orang mengatakan niat terletah dalam hati maupun dengan diucapkan serta mempunyai fungsi yang penting diantaranya untuk membedakan ibadah dan kebiasaan. Oleh karena itu kita harus membedakan bagaimana bentuk niat dan penerapannya
B.     RUMUSAN MASALAH
a.       Pengertian kaidah Al-Umuru bimaqashidiha
b.      Landasan kaidah Al-Umuru bimaqashidiha
c.       Cabang kaidah Al-Umuru bimaqashidiha
C.    TUJUAN PEMBAHASAN
Memahami maksud kaidah Al-Umuru bimaqashidiha serta landasan yang digunakan oleh kaidah tersebut dan cabang-cabangnya.

BAB II
 PEMBAHASAN

a.      Kaidah Al-Umuru bimaqashidiha (الامور بمقاصدها)
(Segala perkara tergantung pada niatnya) kaidah diatas memberi pengertian bahwa setiap amal perbuatan, baik berupa perkataan maupun perbuatan diukur menurut niat orang yang berbuat. Dalam perbuatan ibadah, yaitu amal perbuatan dalam hubungannya dengan Allah, niat (karena dan untuk Allah) adalah merupakan rukun, sehingga menentukan sah atau tidaknya sesuatu amal. Sedangkan dalam perbuatan yang ada hubungannya dengan sesama makhluk seperti muamalah, munakahah, jinayah dan sebagainya. Niat adalah merupakan penentu apakah perbuatan-perbuatan tersebut mempunyai nilai ibadah, sehingga merupakan perbuatan mendekatkan diri kepada Allah atau bukan ibadah.
Niat harus sudah ada pada permulaan melakukan perbuatan, sedangkan tempat niat didalam hati, sehingga untuk mengetahui sejauh mana niat dari yang berbuat. Harus kita ketahui bukti-bukti yang dapat dijadikan alat untuk mengetahui macam niat orang yang berbuat. Dalam amal kemasyarakatan misalnya, dapat diketahui dengan bukti yang ada, apakah perbuatan tersebut karena Allah atau karena manusia. Demikian juga suatu perbuatan pembunuhan,dengan bukti yang dapat diketahui apakah perbuatan pembunuhan tersebut dilakukan dengan sengaja atau tidak. Niat disamping sebagai alat penilai perbuatan, juga dapat merupakan ibadah tersendiri seperti yang dapat difahamkan dari hadits Nabi :
نية المؤمن خيرمن عمله
“Niat seorang mukmin itu lebih baik dari pada amalnya (tanpa niat)”
Artinya seorang mukmin niat beramal karena allah, kemudian dia tidak dapat melaksanakannya, dia mendapat pahala. Sedangkan seorang mukmin beramal saja tanpa ada niat karena Allah, tidak mendapat pahala.

Segala syariat yang ada tidak akan terlepas dari tujuan dibalik pensyariatannya demikian pula dengan niat di dalamnya ada beberapa maksud dan tujuan yang melatar belakanginya diantaranya :
a)            Untuk membedakan amalan yang bernilai ibadah dengan yang hanya bersifat adat (kebiasaan) belaka. Seperti halnya makan, minum, tidur dan lain-lain. hal ini merupakan suatu keniscayaan bagi kita sebagai manusia, disadari atau tidak kita butuh keberadaanya karena hal yang seperti itu termasuk kategori kebutuhan primer. Akan tetapi jika dalam aktualisasinya kita iringi dengan niat untuk mempertegar tubuh sehingga lebih konsentrasi dalam berinteraksi dengan Tuhan maka disamping kita bisa memenuhi kebutuhan juga akan bernilai ibadah di sisi Allah. Akan tetapi bagi amalan-amalan yang secara eksplisit sudah berbeda dengan amalan yang tidak bernilai ibadah maka tidak diperlukan adanya niat seperti halnya iman, dzikir dan membaca al-Qur’an dan sebagainya. Dan juga termasuk amalan yang tidak membutuhkan niat adalah meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh agama.

b)            Untuk membedakan satu ibadah dengan ibadah yang lainnya. Dengan niat ini pula kita bisa menciptakan beraneka ragam ibadah dengan tingkatan yang berbeda namun dengan tata cara yang sama seperti halnya wudhu’, mandi besar, shalat dan puasa.











b.      Landasan Kaidah Al-Umuru bimaqashidiha (الامور بمقاصدها)
a)      QS. AL-Bayyina ayat 5
وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين
Artinya : “Padahal mereka tidak disuruh kcuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadanya dalam (menjalankan) agama yang lurus”
b)      QS. Ali Imron ayat 145
وما كان لنفس ألابأدن الله كتبامؤجلا ومن يرد ثواب الد نيا نؤته منها ومن يردثواب الأخرة نؤته منها وسنجزى
Artinya : “ sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.
c)      لاعمل لمن نية له
Tidak ada (pahala) bagi perbuatan yang tidak disertai niat” (HR.Anas Ibn Malik ra.)
d)     Hadist NAbi SAW yang menjadi pondasi terbangunnya kaidah ini adalah
انماالاعمالبالنيات
“keabsahan amal-amal tergantung pada niat”

c.       Cabang kaidah Al-Umuru bimaqashidiha
a)      العبرة فى العقــود للمقاصد والمعاني للألفاظ والمباني
(pengertian yang diambil dari sesuatu tujuannya bukan semata-mata kata-kata dan ungkapannya).
Apabila dalam suatu akad terjadi suatu perbedaan antara niat atau maksud si pembuat dengan lafadz yang diucapkannya, maka harus dianggap sebagai suatu akad yaitu dari niat atau maksudnya, selama yang demikian itu masih dapat diketahui.
Contoh : apabila seseorang berkata: "Saya hibahkan barang ini untukmu selamanya, tapi saya minta uang satu juta rupiah", meskipun katanya adalah hibah, tapi dengan permintaan uang, maka akad tersebut bukan hibah, tetapi merupakan akad jual beli dengan segala akibatnya.

b)      ﻜُﻞﱡ ﻣَﺎ ﻜَﺎﻦَ ﻠﻪُ ﺃﺻْﻞٌ ﻔَﻼَ ﻴَﻨْﺗَﻘِﻞُ ﻋَﻦْ ﺃَﺻْﻟِﻪِ ﺒِﻣُﺠَﺮﱠﺪِ ﺍﻠﻨﱢﻴَﺔ
                       
“Setiap perbuatan asal/pokok, maka tidak bisa berpindah dari yang asal karena semata-mata niat”
Contoh : kita berniat membayar hutang puasa ramadhan, tetapi belum selesai kita melakukan puasa tersebut, misalnya pada siang hari, tiba-tiba kemudian kita berubah niat untuk tidak jadi membayar hutang puasa dan ingin hanya melaksanakan puasa sunnah senin kamis, maka hal itu tidak diperbolehkan dan puasa tersebut batal untuk dilaksanakan.
c)      ﻻَ ﺜَﻮَﺍﺐَ ﺇِﻻﱠ ﺒِﺎﻟﻨﱢﻴَﺔِ
“Tidaklah ada pahala kecuali dengan niat”.
Kaidah ini, memberikan kepada kita pedoman untuk membedakan perbuatan yang bernilai ibadah dengan yang bukan bernilai ibadah, baik itu ibadah yang mahdah maupun ibadah yang ‘ammah. Bahkan An-Nawawi mengatakan bahwa untuk membedakan antara ibadah dengan adat, hanya dengan niat. Sesuatu perbuatan adat, tetapi kemudian diniatkan mengikuti tuntutan Allah dan Rasulullah SAW. Maka ia berubah menjadi ibadah yang berpahala
Contoh : seseorang yang mengajar tentang komputer. Pertama, ia mengajari orang lain yang tidak mengerti tentang bagaimana mengoperasikan komputer, dalam hal ini ia mengajari orang tersebut dengan niat karena Allah dan berniat untuk membagi ilmunya kepada orang lain. Maka dengan niatnya tersebut ia mendapatkan pahala. Sedangkan yang kedua, ia mengajari orang tersebut, hanya karena ingin mendapat imbalan saja dan ia sama sekali tidak memikirkan apakah orang yang diajarinya itu sudah mengerti atau tidak, sebab ia hanya memikirkan imbalan yang akan ia peroleh dari hasil mengajari orang tersebut saja. Maka dalam hal ini ia tidak berniat karena Allah dan karena itulah ia tidak mendapatkan pahala.

d)     ﻣَﻘَﺎﺻِﺪُ اللفظِ ﻋَﻟَﻰ ﻨِﻴَﺔِ ﺍﻠﻼَﻔِﻇ                                                              
“Maksud lafadz itu tergantung pada niat orang yang mengatakannya”.
Dari redaksi kaidah ini, memberikan pengertian bahwa ucapan seseorang itu dianggap sah atau tidak, tergantung dari maksud orang itu sendiri, yaitu apa maksud dari perkataannya tersebut.
Contoh : kita memanggil seseorang dan kita memanggil orang tersebut dengan sebutan yang bukan nama orang itu sendiri, dan kita memanggilnya dengan sebutan yang tidak baik, seperti memperolok orang tersebut dengan kata-kata yang tidak baik, maka dari ucapan tersebut, apakah dianggap baik atau tidak tergantung maksud orang yang mengucapkannya. Apakah hal itu dilakukan dengan sengaja ataukah hanya sekedar bercanda.
e)      ﻟَﻮﺍﺨْﺗَﻟَﻑَ ﺍﻟﻟِﺳَﺎﻦُ ﻮَﺍﻟﻗَﻟْﺏُ ﻔَﺎﻟﻣُﻌْﺗَﺒَﺮُ  ﻣَﺎ ﻔِﻲ ﺍﻟﻗَﻟْﺏِ   
“Apabila berbeda antara yang diucapkan dengan yang di hati, yang dijadikan pegangan adalah yang didalam hati”.
Contoh : dari kaidah di atas yaitu sebagai berikut, apabila di dalam hati kita bermaksud memberi hadiah kepada Ibu berupa tas kerja, tetapi pada saat diucapkan kepada Ibu ketika mengajak ibu ke pasar bahwa kita hanya ingin jalan-jalan saja. Maka yang dijadikan pegangan itu adalah yang ada di dalam hati.
f)       ومايشترط فيه التعرض فالخطأ فيه مبطل
“Sesuatu yang (dalam niat) harus dipastikan, maka kesalahan dalam pemastiannya akan membatalkan perbuatan.”
Contoh : orang menjalankan shalat duhur dengan niat shalat Ashar, puasa arafah dengan niat puasa asyura, membayar kafarat pembunuhan dengan niat kafarat Dhihar, kesemuanya tidak sah.



g)      ومايجب التعرض له جملة ولا يشترط تعيينه تفصيلااذاعينه وأخطأ ضر
“ Seseuatu yang (dalam niatnya) harus disebutkan secara garis besar, tidak harus terperinci, kemudian disebutkan secara terperinci dan nyatanya salah, maka membahayakan perbuatan.
Contoh : Orang shalat berjamaah dengan niat makmum pada Umar, kemudian ternyata yang menjadi makmum adalah Zaid, maka tidak sah makmumnya.
Orang shalat jenazah dengan niat menyembayangkan mayit laki-laki, kemudian ternayata mayitnya perempuan, shalatnya tidak sah. Demikian pula kalau dalam niatnya disebutkan jumlah mayit, dan ternyata jumlahnya tidak cocok, maka shalatnya harus diulang.
























BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
            Berdasarkan kaidah Al-umuru bimaqashidiha yang mempunyai landasan Alquran dan Sunnah, maka sudah sepatutnya kita aplikasikan di kehidupan sehari hari baik muamalah maupun ibadah. Dengan berbagai kaidah cabangnya sangat jelas bahwa segala sesuatu perbuatan yang kita kerjakan hendaknya dilakukan dengan niat, karena niat menjadi hal yang paling fundamental yang berada dalam diri manusia, agar perbuatan kita dapat berjalan dengan lancar dan di kehendaki oleh Allah SWT.


DAFTAR PUSTAKA

Djazuli A. Kaidah-kaidah fikih: Kaidah-kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis,Jakarta: Kencana,2007.
Mudjib, Abdul : AL-QOWAIDUL FIQHIYYAH, Yogyakarta : Nur Cahaya, 1990

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ayat dan hadits ekonomi Etika (Adab) Berwirausaha menurut islam

AYAT dan HADIST ETIKA (ADAB) BERWIRAUSAHA, KEUTAMAANNYA dan SYARAT-SYARAT YANG HARUS DIPENUHI DALAM BERBISNIS NAMA KELOMPOK : ALFICHA ROBY V (201410510311072) ALFAIZATUL HASANAH (201410510311059) RIZKA AULIA S (201410510311076) ZUMROTUN NAZIA (201410510311069) PENDAHULUAN Islam merupakan agama Universal, komprehensif, membawa nilai perdamaian, keadilan, sistem kehidupan yang mana dengan menyeluruhnya nilai-nilai yang ada pada Islam itu sendiri ia mampu mencakup segala aspek kehidupan manusia. Nilai universal itu antara lain kegiatan politik, ekonomi, maupun sosial. Dewasa ini kegiatan ekonomi sudah menjadi sorotan bagi semua kalangan, dan tak sedikit pula problem-problem ekonomi yang muncul dan perlu adanya evaluasi serta penganalisaan terhadap problem dewasa ini. Tidak jauh dari satu kesatuan agama Islam proses muamalah adalah kegiatan yang sangat penting untuk dianalisa, sebagaimana telah diatur dalam syariat Islam, mengenai konsep, etika atau adab maupun metodologi...

Mission HmI

KOMUNITAS SYCO : UPAYA MEWUJUDKAN KADER AKADEMIS ALA HMI Zumrotun Nazia Mahasiswa Ekonomi Syariah Universitas Muhammadiyah Malang Email : Naziazumrotun@gmail.com Pendahuluan Dewasa ini kegiatan-kegiatan positif sudah mulai tak terjamah lagi oleh kaum pemuda khususnya di Indonesia, jika kita lihat pemuda di eropa mereka sedang berlomba-lomba berkarya berkreasi berinovasi menciptakan sesuatu yang baru meraka bersaing untuk melakukan penelitian, riset serta berusaha untuk membawa harum nama bangsa. tak lepas dari itu pemuda di indonesia lebih sibuk untuk memperdebatkan soal kepercayaa persoalan organisasi apa yang di ikuti kurang lebih hanya memikirkan hal-hal yang tidak penting yang tidak perlu untuk dikerjakan dan diperdebatkan, karna yang dibutuhkan negara kita saat ini adalah pemuda-pemuda handal, berwawasan luas, serta mampu mengemban tanggungjawab, seperti kata Gusdur : “Tidak peduli apapun agamu atau sukumu... kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, ora...